AGUNG, NUGROHO FEBRI (1970) Penilaian Kebutuhan Kurikulum Pendidikan Kesehatan Reproduksi dari Kepala Sekolah Menengah Atas di Kota Semarang. Skripsi,Fakultas Kesehatan.
| PDF Download (31Kb) | Preview |
Abstract
Tingginya angka kebutuhan remaja akan informasi tentang seks dan kesehatan reproduksi terlihat dari data PILAR PKBI Jawa Tengah hingga Maret 2008 yang mencatat 7810 mitra telah berkonsultasi, dengan permintaan informasi kesehatan reproduksi sebanyak 1335 dengan persentase tingkat pendidikan jenjang SMA sebesar 42,9%. Sekolah adalah lembaga yang dapat menyampaikan informasi tentang seks dan kesehatan reproduksi yang baik dan benar. Oleh karenanya peneliti ingin mengetahui bagaimana penilaian kebutuhan kurikulum pendidikan reproduksi dari kepala sekolah menengah atas. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Pengambilan subjek penelitian yaitu kepala sekolah dilakukan dengan cara purposif sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam. Dalam penelitian ini menggunakan teori Health Belief Model. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mendapatkan hasil : responden sebanyak 3 orang, dan 3 orang sebagai informan crosschek, yaitu siswa, orangtua siswa, dan kepala bagian Dikdasmen. Semua responden berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian yaitu semua responden berpandangan bahwa siswa sebagai remaja rentan terhadap masalah kesehatan reproduksi dikarenakan kondisi siswa yang masih dalam masa transisi (perceived susceptibility). semua responden berpandangan masalah KTD, aborsi, PMS, dan narkoba sebagai bentuk masalah kesehatan reproduksi remaja yang mengkhawatirkan. Menjadikan masalah tersebut sebagai masalah yang serius diperhatikan (perceived seriousneess). Manfaat yang dirasakan responden yaitu dapat menambah wawasan siswa dan separuh responden berpandangan dapat mengurangi kasus terkait kesehatan reproduksi (perceived benefits). Pemberian materi kesehatan reproduksi di sekolah terhalang oleh belum adanya kebijakan dari Dinas Pendidikan Kota terkait masalah ini. Dan sekolah masih menganggap bahwa pemberian materi kesehatan reproduksi sebaiknya dilakukan oleh tenaga ahli (perceived barrier). Keberadaan media massa yang keberadaan media massa yang dapat menyediakan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siswa dengan mudah memerlukan perhatian dari semua pihak, termasuk orangtua dan hal ini menjadi factor pendorong perlunya pemberian materi kesehatan reproduksi di sekolah (cues). Langkah yang dapat diambil responden yaitu tetap memberikan mata pelajaran dimana di dalamnya terdapat materi kesehatan reproduksi dan lebih lagi mengundang tenaga ahli atau narasumber dari instansi terkait untuk memberikkan materi kesehatan reproduksi di sekolah secara berkala.Saran yang direkomendasikan berupa merumuskan kebijakan yang mengatur tentang pemberian materi kesehatan reproduksi di sekolah dengan mengintegrasikanya ke dalam kurikulum pendidikan Sekolah Menengah Atas seperti muatan lokal oleh Dinas Pendidikan Kota dan pihak terkait lainnya, peningkatan kerjasama antara sekolah dengan instansi pemerintah maupun swasta dalam pemberian materi kesehatan reproduksi di sekolah,
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | Universitas Dian Nuswantoro > Fakultas Kesehatan > Kesehatan Masyarakat Kesehatan > Kesehatan Masyarakat |
Divisions: | Fakultas Kesehatan |
Depositing User: | Psi Udinus |
Date Deposited: | 07 Oct 2014 15:27 |
Last Modified: | 20 Nov 2014 21:57 |
URI: | http://eprints.dinus.ac.id/id/eprint/7549 |
Actions (login required)
View Item |